Selasa, 16 April 2019

IKHSAN

Mendengar kalimat tersebut, asal katanya diambil dari Bahasa Arab yang artinya adalah "Kesempurnaan", atau "Terbaik". Dengan makna seorang yang menyembah ALLAH seolah-olah dia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya ALLAH melihat perbuatannya.

Tujuan utama dalam beragama adalah menjadi Muslim yang ber-Ikhsan dengan melaksanakan kewajiban  sebagai seorang Islam yang berakhlak atau berprilaku yang baik. Sikap inilah yang harus dimiliki oleh setiap umat Baginda Rasulullah.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad) Firman Allah ta’ala yang artinya : “Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (Q.S. Al-Qalam:4)

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)

Muslim yang memandang Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.

Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”

Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada“

Rasulullah S.A.W bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)

Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?” Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?” “Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”

Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. “Bagaimana anda melihat-Nya?” dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”

Jumat, 12 April 2019

Jalan yang Lurus


Dalam kehidupan ini kita senantiasa meminta kepada ALLAH agar ditunjukkan jalan yang lurus. Apakah Jalan kita salah atau tersesat ?? Semua tergantung pada niat dan tujuan ibadah yang kita kerjakan. Jikalau Shalat hanya untuk mengharapkan Pahala dari ALLAH maka, tujuan kita bukan ke ALLAH tapi pahala itulah yang menjadi Tuhan sesembahan shalat kita.  

Begitu juga dengan Amalan Ibadah lainnya seperti Sedekah, Zakat, atau Kebaikan yang dilakukan dengan niat Ikhlas tapi terdapat berhala di sebalik amalan itu. Berarti diri ini telah tersesat, kita telah salah mengartikan amal dan berharap balasan dari setiap apa yang dilakukan sehingga dengan Kesadaran Jiwa ini harus kembali kepada Jalan yang Lurus.. "Ihdinas Syirathal Mustaqim" (Yaa Allah tunjukanlah Aku Jalan yang Lurus).

Mungkin selama ini kita sering mengambil faidah serta manfaat dari setiap amal yang kita lakukan. Sebagai contoh : Shalat Duha dilakukan hanya untuk mengharapkan kemurahan dan turunnya Rezki, Shalat Tahajjud dilakukan jika memiliki hajad (keinginan), Puasa untuk mendapatkan kesehatan, pahala yang banyak dan Ibadah lainnya Demi ini,.. Agar itu,.. dan lain-lain.

Yaa Allah sungguh sangat tersesat diri ini,.. Sesungguhnya perbuatan hamba ini adalah Syirik dengan sengaja telah menyekutukanMU. Tunjukkanlah hambamu ini jalan yang lurus. Beribadah dan Berbuatlah kebaikan hanya semata-mata karena ALLAH S.W.T kalaupun kita mendapatkan manfaat dari ibadah yang lakukan sadarilah bahwa itu hanyalah sebagai Bonus Pemberian ALLAH. Itulah bentuk kasih sayang ALLAH kepada Hambanya. Bertauhidlah dengan Jiwa dan raga ini. Sadar diri, Sadar ALLAH. Wallahu A'lam Bissawab. 

  

 

Kamis, 11 April 2019

HARGA DIRI

A. Dede Salga

Pernahkah kita membahas membahas mengenai harga diri,.. Tentulah sering, bahkan hidup ini rela dipertaruhkan demi yang namanya Harga Diri ini. Seseorang akan rela MATI demi Harga Dirinya agar tidak dilecehkan, direndahkan, dan dihinakan.

Tetapi perlu kita menilik sedikit mengenai Harga Diri, Berapakah nilai yang pantas untuknya.. atau jangan-jangan memang tak berharga sehingga bisa di bahasakan dengan nilai. Jika itu yang terjadi maka tak perlu lagi membahas Harga Diri. Karena sudah sangat jelas...!!!

Itulah mengapa dalam Islam kita diperintahkan untuk Shalat. Saya mencontohkan 1 saja gerakan Shalat yaitu Sujud, dari sujud ini jelaslah bahwa Kepala ini nilainya sama atau sejajar dengan Kaki itu artinya bahwa Kepala yang kita Banggakan saja letaknya sejajar kaki. Belum lagi kena pulak kepala ini sama kaki orang di depan kita. 

Kembali pada Harga Diri tak apalah jika dibahasakan sebagai saling Menghargai, mengasihi dan menyayangi. Maka akan jelas maknanya apalagi harganya. Tak mungkin orang lain akan meremehkan, dan melecehkan, apalagi menghinakan karena diri ini sama-sama memiliki harga yaitu Kasih dan Sayang.

Inilah sebenarnya Ukhuwah Islamiyah karena dengannya diri ini akan saling Menjaga Harga Diri masing-masing. Semakin tinggi pengetahuan semakin rendah hati, semakin kaya harta semakin sering berbagi dan bersedekah. Maka semakinlah berharga diri ini untuk orang lain.

Diri ini tidaklah begitu penting...!! Tak perlu pujian dan kebanggaan. Karena kita ini memang tidak Ada. Diri ini hanyalah suatu peran yang jalan ceritanya telah tertulis. Tugas kita hanya menjalankan peran itu sebaik-baiknya. 

Bicara Silaturahmi

A. Dede Salga

Mengapa bicara Silaturahmi lebih baik daripada membahas Ilmu tentu saja karena silaturahmi ini menyatukan hati sedangkan ILMU bersifat personal. Ilmu cenderung kepada EGO diri. Karena pengetahuan itu sifatnya materialistik. Semua bisa dinalarkan dengan Akal Pikiran.

Saya mencontohkan : Ketika ada yang paham dan mengerti masalah agama, maka ketika pembahasan mengenai agama diri akan merasa paling tau... Bahkan kesalahan ucapan mereka yang ingin belajar itu, kita salahkan karena beda pemahaman menurut teori, tingkat pemahannya yang tinggi beserta Dalil Katanya.

Jadi tidak ada hikmahnya berdebat, yang ada diri yang belum paham merasa terkucilkan karena merasa tak berilmu, dan Kesombongan yang muncul bagi yang mengetahui. Maka lebih indah jika kita bicara silaturahmi sajalah.

Banyak hikmah dan manfaat Silaturahmi ini jika kita melaksanakannya. Silaturahmi adalah keutamaan Ibadah. Kita tidak akan pernah tahu kapan dan di mana Rejeki itu datang tapi dengan membiasakan bersilaturahmi bisa saja pekerjaan maupun rezeki itu datang menghampiri.

Silaturahmi yang dilakukan atas dasar cinta kasih dan sayang ALLAH ini akan mempererat hubungan kekeluargaan, dapat menyambung kembali persaudaraan yang telah lama terputus. Sehingga tanpa dicari ILMU pun juga hadir dalam pembicaraan sehingga bertambahlah pengetahuan kita.

Inilah mengapa silaturahmi bisa menghadirkan Rejeki, bisa menyehatkan jasmani serta rohani dengan candaan dan kebahagiaan bersama sahabat atau saudara yang lama tak berjumpa. Masih banyak faidah lain, merupakan kebaikan serta keutamaan yang ALLAH kehendaki melalui jalan silaturahmi itu. ☕☕

Senin, 01 April 2019

Judul-Nya MAKRIFAT

Suatu hari saya di Nasehati oleh Saudara Grup WA tentang EGO. Penyampaian tentang ILMU yang dianggapnya sebagai sesuatu yang bukan dari diri ini. Penyampaian itu tidaklah murni walaupun niat hati hanya menyampaikan,...!! Itulah cara Tuhan menegur diri ini. Begini pula cara kami belajar. Memang agak susah untuk memahami apalagi membahasakan tulisan ini, tapi akan coba saya sederhanakan pembahasan mengenai Judul-Nya Makrifat melalui tulisan ini.

Memahami Ilmu Makrifat itu sebenarnya Tidaklah sesulit apa yang digambarkan oleh mereka yang awam terhadapnya. Makrifat ini mengenal ALLAH melalui hasil lelaku (Jalan Pencari Tuhan) jika dibahasakan dalam kehidupan sehari-hari akan lebih mudah dipahaminya. Membahas ini bukanlah Ilmu Langit yang mengambang dan tidak bisa dipahami oleh setiap orang. 

Ketika diri telah mampu memahami keinganan Tuhan pada diri ini sebenarnya kita telah masuk dalam Ber-Makrifat. Bukan lagi rahasia dalam membahasnya karena tingkah serta prilaku kita yang senantiasa merasa diawasi-NYA. Sehingga berhati-hatilah diri ini dalam sikap dan berprilaku. Tuhan memberikan pemahaman pada diri ini, juga Hidayah-Nya pada Hamba yang diinginkan-NYA. Bukan Hamba yang merasa atau mengaku mengenal-Nya.

Keinginan DIRI ini sebenarnya adalah Keinginan-Nya Jua. Masalahnya mampu tidak DIRI membaca keinginan-NYA itu. Bagi seorang Pesalik/ Pejalan selalu merasakan Dirinya yang tiada berkemampuan melainkan Kemampuan dari-NYA semata. Tetapi disinilah banyak Jebakan menyertai itu. Istilah jebakan ini biasa dipahami dengan ikutnya HAWA NAFSU pada diri ini baik secara prilaku lelaku maupun perbuatan Hamba.

Karena jika merasa sesuatu berarti diri masih merasakan,...!!1 Itu belum atau bukanlah rasa yang sebenarnya RASA. Bisa jadi itu adalah merupakan perasaan EGO yang menyelimuti diri. Sangat Haluslah perasaan inj menyelimuti kesalehan hamba atau seseorang yang ingin berbuat dan belajar untuk mendekat atau telah merasakan kedekatan dengan ALLAH. Inilah yang dimaksud Jebakan EGO tadi. 

Jika DIRI telah mampu berdiri maka, yang perlu dilakukan adalah menyadari kemampuan berdiri itu. Karena mana mungkin diri ini mampu berdiri dengan sendirinya tanpa ada proses untuk berdiri. Ini masih pada tahapan berdiri lalu bagaimana jika diri ini telah mampu berjalan, telah mampu berlari apalagi melompat,... Maka tak dapat dibayangkan berapa jauh diri ini telah merasa. Nauzubillah min Dzalik.

Janganlah menganggap diri ini telah Ber-Makrifat. Karena Makrifat bukan Ilmu, juga bukanlah Pengetahuan. Jika merasa telah memahami, maka ada perbuatan. Jika telah tercermin berarti telah melaksanakan Lelaku-Nya. Inilah Makrifat sesungguhnya yang juga dipahami bahwa segala sesuatu terjadi hanya menjadi Rahasia-Nya. Hanya ALLAH sendirilah yang memberikan pemahaman pada sekalian Jiwa. Wallahu A'lam Bissawab.

Inilah bentuk Kesadaranku yang Fakir akan Ilmu, Jika ada Kesadaran Jiwa ini, maka tanpa perintah ataupun Instruksi Jiwa segera menangkap pesan itu. Alhamdulilahi Robbil Alamin.





Jangan Pernah Menilai dari Tampilan Luar

Allah s.w.t. memberikan kita kesempurnaan karena diberikannya akal dan pikiran yang melekat kepada setiap Manusia. Kita juga diberikan Panca...